Seghimol

Seghimol
'Seghimol' dalam bahasa Lampung yang berarti Srigala. Hewan ini ternyata juga hidup di Lampung, dan menjadi musuh warga yang peternak ayam atau unggas lainnya. Tapi seghimol juga menjadi hewan penjaga yang sangat berani. Asal jangan jadi 'Seghimol Bukawai Napuh'

Senin, 11 Februari 2013

Nuansa Bening

'Temelawot'
BANGUN tidur, Kacung langsung membereskan kasurnya dan diusung ke luar untuk dijemur. Bau busuk kasur itu membuat dia harus menutup hidung. "Layau ajo, kasor ji adu salini temlawot (Kacau ini, kasurku sudah jadi sarangnya kutu busuk alias kepinding)."Begitu Kacung ngoceh-ngoceh sambil kerepotan menutup hidung dan tanggannya mencengkeram kasur. "Inem, ini gara-gara kamu sering tiduran di kasurku. Jadi temlawot dari kasurmu jatuh ke kasurku dan beranak pinak." Kacung pun mencari-cari Peditox, obat kutu rambut milik Inem. Langsung ditaburkannya cairan itu di kasurnya yang dijemur, tetapi kepidingnya tidak juga mau keluar. "Mana minyak tanah sudah tidak ada karena mahal, gimana lagi mberantasnya," keluh Kacung lagi. Inem yang sedang menyapu ruang depan sayup-sayup mendengar gerutuan Kacung. Buru-buru dia menyelesaikan pekerjaannya dan segera berlari ke belakang rumah. "Eh... eh... ono opo, Bang. Kok ngomong kutu-kutu rambut saya. Emang apa hubungannya kepinding itu dengan saya?" "Hui... Abang. Kasur saya sudah tidak ada kepindingnya lagi," kaya Inem. "Iya, karena sudah loncat semua ke kasurku. Gara-gara kamu sering tiduran di kasurku waktu saya keliling jaga kampung," protes Kacung sembari mengambil sikap sempurna menunjukkan dirinya anggota hansip. "Temlawot di kasurmu itu, Nem. Sudah kayak kader partai. Begitu ada kepentingan, langsung loncat. Karena ayahnya temlawot di kasurmu itu mau berkuasa di rumah ini, anak-anaknya disuruh menyebar di seluruh kasur di rumah ini, dimulai dari kasurku," Kacung terus nyerocos. "Loh, loh, Bang, kok malah lari ke politik. Emangnya kutu loncat, kan beda kutu dengan kepinding," kata Inem. "Ya, sama jenisnya, partai saja nyaris sama. Yang satu kutu, satunya kutu busuk," Kacung memberi argumen. "Ini kader partai kutu busuk yang bernama temlawot, mau menguasai kasurku juga. Sementara kutu dari rambutmu tetap berkuasa di kasurmu. Kalau keduanya bersatu kan, semua partai serangga lainnya menjadi kalah." "Nah, abang sudah mempolitisasi kepinding. Awas, nanti kerani di partai kutu busuk dipecat karena mulai mendukung partai semut yang sudah duluan berkuasa di seluruh rumah," kata Inem. "Nah itu tahu kalau temlawot juga bisa loncat. Bukan cuma kutu, kayak politisi di Lampung. Hehe, pis, Nem," jawab Kacung.

Selasa, 05 Februari 2013

TNBBS Salah Satu Tujuan Wisata di Lampung

TAMAN nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) menjadi salah satu warisan dunia atau world heritage yang ditetapkan UNESCO. Sehingga semua elemen patut turun menjaga kelestarian ekosistem dan habitat di dalamnya. Selain itu, kawasan itu juga dikembangkan menjadi salah satu tujuan wisata di Lampung. Selain wisata ekologi, juga penelitian dalam mencari jenis flora dan fauna langka yang ada. Beberapa lokasi yang bisa dijadikan tujuan wisata itu akan digambarkan dalam ulasan berikut ini. Sebagai catatan, wisatawan dalam memilih menginap dengan transit di Kota Bandar Lampung atau di Kotaagung, Ibukota Kabupaten Tanggamus dan Liwa, ibukota Kabupaten Lampung Barat. 1. Sukaraja Atas Kawasan Sukaraja Atas merupakan hulu Way Pemerihan. Bertipe ekosistem hutan hujan bukit yang relatif masih asli. Merupakan habitat penting bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik, langka dan masih dalam proses evolusi. Seperti Bunga Rafflesia (Rafllesia sp) dan dua jenis Bunga Bangkai (Amorphophallus sp). Dengan ketinggian 546 m dpl (di atas permukaan laut), dari Sukaraja Atas dapat dinikmati hawa sejuk dan segar. Pemandangan indah mozaik lansekap bukit, pemandangan puncak Gunung Tanggamus, dataran rendah, daerah pertanian dan permukiman. Pantai dan perairan Teluk Semangka, penjelajahan sungai dan hutan, pengamatan flora dan fauna, berkemah, dan foto hunting. Di Sukaraja Atas, ada beberapa obyek ekowisata. Yakni bumi perkemahan, air terjun, sarana out-bound, sepeda gunung, dan pengembangan Museum Ekowisata (arboretum flora dan fauna). Jika wisatawan hendak menuju sungai dan air terjun Sukaraja Atas, terdapat jalan setapak (trek). Trek didominasi serasah dan tumbuhan bawah. Saat musim hujan trek tersebut licin sehingga cocok bagi penggemar kegiatan susur hutan dan sungai. Sisi kiri dan kanan trek didominasi pemandangan alam yang indah, cocok untuk menghilangkan penat setelah beraktivitas rutin di kota besar. Terus melalui jalan setapak itu, wisatawan akan sampai di sebuah sungai, hulu Sungai Way Pemerihan. Airnya jernih dengan alamnya yang asri. Setelah menyusuri sungai selama 1,5 jam, wisatawan akan sampai di air terjun yang belum bernama. Untuk memudahkan, banyak orang menyebutnya Air Terjun Sukaraja Atas. Sukaraja Atas terletak di timur TNBBS, dapat ditempuh dengan mobil sekitar 3 jam melalui rute Bandar Lampung–Kotaagung–Wonosobo–Sukaraja Atas sepanjang sekitar 129 km. Wisatawan dari Jakarta bisa mencapai kawasan ekowisata Sukaraja Atas dengan naik ferry atau pesawat terbang. Jika naik ferry, dari Pelabuhan Merak (Banten) menuju Pelabuhan Bakauheni, bisa ditempuh dalam waktu sekitar 2,5 jam. Perjalanan dilanjutkan menuju Bandar Lampung yang memakan waktu sekitar 1,5 jam. Di Sukaraja Atas sudah ada sarana wisata alam. Seperti jalan setapak, jalan trail, shelter, dan MCK (mandi, cuci, kakus). Juga ada pintu gerbang, pondok kerja, pondok jaga, papan interpretasi, petunjuk arah dan camping ground (bumi perkemahan). Dekat camping ground berdiri pondok jaga petugas TNBBS yang juga bisa dijadikan tempat beristirahat pengunjung. Di sana ada sarana MCK. Air diperoleh dari sumber mata air di sana yang kemudian ditampung di kolam kecil dari semen. Menuju MCK yang jaraknya dari pondok jaga sekitar 100 meter, pengunjung melalui jalan setapak menurun 2. Muara Canguk - Pemerihan Kawasan muara Canguk–Pemerihan bertipe ekosistem hutan pantai dan hutan hujan dataran rendah yang relatif masih asli. Merupakan habitat berbagai jenis primata dan burung air. Di wilayah ini dapat dilakukan penjelajahan hutan dan pantai, susur sungai, pengamatan flora dan fauna, foto hunting, berenang, memancing dan Camping. Ada beberapa obyek ekowisata. Hutan hujan dataran rendah yang masih asli. Keindahan laut sekaligus hutan mangrove yang masih baik. Pantai yang bentangannya cukup luas, ombak yang cukup tinggi untuk surfing, dan potensi biota laut seperti ikan yang belum dieksploitasi. Anak-anak dan remaja dari desa-desa di sekitar Muara Canguk sering menghabiskan waktu senggang dengan mandi dan berenang di sana. Wisatawan juga bisa menyaksikan para pencari ikan dengan peralatan sederhana bisa menangkap ikan lumayan banyak. Muara memang biasanya disukai ikan-ikan untuk mencari pakan. Bentuk muara ini tergolong unik. Mulut Sungai Canguk tidak langsung menghadap laut tetapi berputar memanjang garis pantai sehingga menciptakan daratan pasir indah di tengah muara. Di pantai teronggok sebuah bangkai kapal tua yang yang sudah tidak utuh lagi, terpendam pasir. Menurut masyarakat di sana, itu kapal dagang Belanda yang karam dan terdampar di Muara Sungai Canguk sejak puluhan tahun lalu. Panorama Samudera Indonesia yang berombak besar juga merupakan daya tarik tersendiri. Ombak yang besar itu selama ini mampu menyedot pehobi olahraga selancar air dari luar negeri datang ke sana. Menuju muara Sungai Way Pemerihan dan Sungai Way Canguk dari Desa Sukamarga, Kecamatan Bengkunat, wisatawan mesti melalui jalan buruk sepanjang 5 km. Sehingga, untuk ke sana harus menggunakan sepeda motor trail. Mobil non-jip tidak akan mampu melewati medan seberat itu apalagi saat musim hujan. Bahkan, pada musim hujan, mobil jip yang melalui jalan tersebut, keempat rodanya mesti dililit rantai besi agar tidak tergelincir saat melaju. Wisatawan dari Jakarta bisa mencapai kawasan ekowisata Muara Canguk – Pemerihan dengan naik ferry atau pesawat terbang. Jika naik ferry, dari Pelabuhan Merak (Banten) menuju Pelabuhan Bakauheni, bisa ditempuh dalam waktu sekitar 2,5 jam. Perjalanan dilanjutkan menuju Bandar Lampung yang memakan waktu sekitar 1,5 jam. 3. Kubu Perahu Kawasan Kubu Perahu bertipe ekosistem hutan hujan pegunungan tengah yang relatif masih asli. Merupakan habitat penting bagi berbagai jenis anggrek alam dan berbagai jenis burung. Di Kubu Perahu terdapat dua air terjun, masing-masing Sepapa Kanan (20 m) dan Sepapa Kiri (60 m). Di kawasan ini dapat dinikmati pemandangan indah strata tajuk hutan hujan pegunungan yang masih asli, hawa sejuk dan segar. Juga penjelajahan hutan, pengamatan flora dan fauna, foto hunting, berkemah, memancing, dan rekreasi air terjun. Di Kubu Perahu, mengalir sebuah sungai utama, yaitu Way Sindalapai dengan ratusan anak sungai. Di antaranya Way Sepapa Kanan, Way Sepapa Kiri, Way Menterang dan Way Mengengung. Sungai-sungai yang mengalir ke sebelah barat masih stabil. Karena didukung banyaknya flora penutup tanah dan belum terganggunya air tanah dangkal sebagai sumber mata air. Jenis vegetasi yang dominan dan umum dijumpai di Zona Pemanfaatan Intensif Kubu Perahu adalah jenis pengisi hutan hujan pegunungan bawah. Seperti dari famili Dipterocarpaceae, Myrtaceae, dan Fagaceae. Dengan jenis yang umum dijumpai, antara lain Quercus sp, Garcinia sp, dan Shorea sp. Di wilayah ini hidup sedikitnya 59 jenis anggrek alam. Dua di antaranya merupakan jenis yang dilindungi, yaitu Anggrek Hitam (Gramatophlum sp) dan Anggrek Bulan Sumatera (Phalaenopsis sumatranus). Kubu Perahu dihuni sedikitnya 136 jenis burung. Seperti jenis burung Rangkong (Buceros sp, Aceros undulatus, Anorhinus galeritus, Anthracoceros albirostris), dan Kuau (Argusianus argus). Juga hidup sedikitnya 49 jenis mamalia. Di antara yang biasa dijumpai adalah jenis primata seperti siamang (Hylobates syndactyllus), owa (Hylobates agilis) dan simpai (Presbytis melalophos). Kecuali itu, juga terdapat jenis-jenis mamalia besar. Seperti beruang madu (Helarctos malayanus), gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan kambing hutan sumatera (Capricornis sumatrensis). Ini adalah obyek wisata alam yang paling dekat dengan Liwa, ibu kota Kabupaten Lampung Barat. Kubu Perahu terletak di bagian tengah sebelah timur taman nasional, sekitar 5 km sebelah barat Liwa. Kawasan ini dapat dicapai dengan rute Bandar Lampung–Kotabumi–Bukit Kemuning–Liwa sepanjang 218 km. Ditempuh dengan mobil selama 6 jam. Untuk mendukung pengembangan wisata alam, di Kubu Perahu telah dibangun sejumlah sarana. Seperti jalan setapak menuju air terjun sepanjang 3 km, jalan setapak menuju demplot anggrek sepanjang 2 km, bumi perkemahan, jalan trail, pintu gerbang, shelter, dan MCK. Juga ada pondok kerja, pos jaga, papan-papan interpretasi dan petunjuk arah. Sejak beberapa tahun ini, di Kubu Perahu juga sudah ada kolam renang untuk umum. 4. Keramat Menula Keramat Menula disusun oleh tipe ekosistem hutan pantai dan dominasi hutan hujan dataran rendah (di bawah 500 mdpl). Wilayah yang dipersiapkan dikelola sebagai zona situs budaya dan sejarah untuk tujuan wisata terutama wisata ziarah. Kawasan Keramat Menula bertipe ekosistem hutan pantai dan hutan hujan dataran rendah yang relatif masih asli. Habitat bagi berbagai jenis primata dan burung dan terdapat makam keramat Syech Aminullah yang cukup terkenal di Indonesia. Oleh masyarakat setempat, Ulama ini disebut Menula, bukan Aminullah. Maka, tempat ziarah itu kemudian terkenal sebagai Keramat Menula. Fenomena alam yang menakjubkan adalah tebing menjulang setinggi ratusan meter mulai dari Muara Way Penaga sampai Muara Way Menula. Membentuk mozaik lansekap hutan hujan dataran rendah, tebing, pantai karang dan lautan lepas Samudera Indonesia. Di sini dapat dilakukan jelajah hutan, pengamatan flora fauna, foto hunting dan wisata ziarah. Mengalir lima sungai besar dengan ratusan anak sungai masing-masing Way Menula, Way Selelana, Way Selelayang, Way Mengkudu, dan Way Penaga. Bermuara di Samudera Indonesia, Pantai Barat Sumatera. Sungai-sungai yang mengalir ke sebelah barat masih stabil karena banyaknya flora penutup tanah dan belum terganggunya air tanah dangkal. Vegetasi yang umum dijumpai di kawasan Keramat Menula adalah jenis-jenis pengisi hutan pantai dan hutan hujan dataran rendah. Jenis pengisi hutan pantai yang dominan, dari famili Sterculiaceae (Sterculia sp, Heriteria sp, Pterospermum javanicum dan Schapium sp), Myrtaceae (Eugenia sp) dan Clusiaceae (Calophyllum sp). Jenis pengisi hutan hujan dataran rendah yang dominan, dari famili Dipterocarpaceae (Shorea ovalis, S. javanica, Hopea sp, Dipterocarpus sp, Vatica sp), Euphorbiaceae (Mallotus sp), Ebenaceae (Diospyros sp), Meliaceae (Aglaia sp, Dysoxyllum sp), Sapotaceae (Ganua sp), Burseraceae dan Lauraceae. Di lokasi ini juga hidup tumbuhan yang unik dan punya nilai pemanfaatan tradisional. Seperti Jelutung (Dyers costulata), Damar Mata Kucing (Shorea javanica), Damar Batu (Shorea ovalis), Menyan (Styrax benzoin) dan tumbuhan obat pasak bumi (Eurycoma longifolia). Kawasan Keramat Menula dihuni sedikitnya 143 jenis burung. Di antaranya jenis-jenis burung pantai (Egretta sacra, Spilornis cheela). Jenis-jenis rangkong (Buceros sp, Rhyticeros sp, Anthracoceros sp, Anhorrinus galeritus), dan kuau (Argusianus argus). Hidup juga berbagai jenis mamalia besar dan kecil. Yang umum dijumpai adalah berbagai jenis primata seperti siamang (Hylobates syndactyllus) dan owa (Hylobates agilis). Jenis-jenis mamalia kharismatis seperti harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), dan beruang madu (Helarctos malayanus). Keramat Menula terletak di bagian utara sebelah barat kawasan TNBBS. Secara administrasi pemerintahan masuk dalam wilayah Kabupaten Lampung Barat. Berbatasan dengan Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. Menurut pengelolaan TNBBS, termasuk dalam wilayah Seksi Pengelolan Taman Nasional Wilayah III Krui. Merupakan bagian kawasan hutan Register 49B. Keramat Menula juga berbatasan dengan bagian Cagar Alam Bukit Barisan Selatan di sebelah barat. Kawasan dengan luas 2.840 hektare ini dapat dicapai melalui rute Bandar Lampung–Kotaagung–Krui–Menula sepanjang sekitar 334 km sekitar 7 jam perjalanan. Bisa juga dicapai lewat rute Bandar Lampung–Kotabumi–Bukit Kemuning–Liwa–Krui-Menula sepanjang 336 km dalam tempo 9 jam. Di kawasan Keramat Menula terdapat tiga desa yang berbatasan langsung. Yaitu Desa Rataagung dan Tanjung Jati, Kecamatan Lemong, Kabupaten Lampung Barat serta Desa Tebing Rambutan, Kecamatan Nasal, Kabupaten Kaur. Keramat Menula merupakan perbatasan Provinsi Lampung dan Bengkulu. Ada hubungan yang kuat antara masyarakat Desa Tebing Rambutan dan kawasan Keramat Menula. Juga aksesibilitas dan letaknya sebagai gerbang masuk (entry gate) ke kawasan Keramat Menula. Maka penekanan aspek sosial budaya dilakukan di Desa Tebing Rambutan, Kecamatan Nasal, Kabupaten Kaur. 5. Suoh Lembah Suoh berbatasan dengan Enclave Suoh terbentuk dari letusan Gunung Ratu tahun 1933. Memiliki empat danau unik yang berdekatan, dipisahkan padang rumput dan rawa. Danau Asam luas 160 ha, Danau Lebar luas 60 ha, Danau Minyak luas 10 ha, dan Danau Belibis luas 3 ha. Unik karena, meskipun letaknya berdekatan, keempat danau tersebut punya kekhasan sendiri-sendiri. Danau Asam airnya terasa asam, Danau Minyak permukaan airnya seperti mengandung minyak. Danau Belibis merupakan habitat jenis-jenis burung air seperti Belibis (Ibis cinereus) dan Bluwok (Ibis leucocephalus). Satu hal lagi yang membikin takjub, terdapat hamparan lahar beku yang luas. Konon hanya ada dua di dunia, salah satunya di Islandia. Tetapi hamparan lahar beku di Suoh ini lebih bagus dibanding yang ada di benua Eropa. Karena lebih luas. Di beberapa tempat yang menyerupai lahan parkir luas itu menyembur air. Ada air panas dan ada yang dingin. Ajaibnya, mata air panas dan dinginituletaknyaberdekatan. Entah bagaimana alam mengatur itu. Sementara hamparanlaharbekuserupa yang di Islandia, tidakterlaluluas dan tertutup es. Di lembah Suoh juga terdapatsumber panas bumi di sekitar Gunung Loreng. Anak Gunung Ratu ini sudah tenggelam sebagian akibat gempa bumi Liwa berkekuatan 7 skalarichter pada April 1994. Lembah Suoh terletak di bagian tengah sebelah timur taman nasional. Secara administrasi pemerintahan termasuk dalam wilayah Kecamatan Suoh, Lampung Barat. Sementara menurut administrasi pengelolaan TNBBS termasuk dalam wilayah Seksi Pengelolaan Wilayah I Sukaraja. Kawasan ini ditempuh dengan rute Bandar Lampung–Kotaagung–Wonosobo–Banding–Suoh sepanjang 148 km. Di kawasan Suoh sudah tersedia banyak sarana wisata alam. Seperti jalan setapak mengitari danau, pagar-pagar pengaman letupan panas bumi, dermaga, perahu sampan, papan-papan interpretasi dan petunjuk arah. Meskipun di sana belum ada penginapan, wisatawan tidak perlu khawatir. Sebab, penduduk di sana yang ramah tamah siap menyediakan rumah mereka sebagai homestay. (SAYUTI/D-3) Dikutip dari: Lampung Post

Halaman