Seghimol

Seghimol
'Seghimol' dalam bahasa Lampung yang berarti Srigala. Hewan ini ternyata juga hidup di Lampung, dan menjadi musuh warga yang peternak ayam atau unggas lainnya. Tapi seghimol juga menjadi hewan penjaga yang sangat berani. Asal jangan jadi 'Seghimol Bukawai Napuh'

Rabu, 13 September 2017

Modus

SESEORANG yang melakukan sesuatu hal namun hanya untuk mencari keuntungan pribadi selalu melakukan modus alias modal dusta. Walau sering berhasil, modus pun bisa menjadi alasan masuk bui. Kik buhung, sa senangun patut kik tihukum (Kalau berbohong, itu memang sesuai jika dihukum). Seperti yang dilakukan seorang dokter ahli masalah imunologi di Australia yang diajukan ke pengadilan dengan tuduhan melecehkan belasan pasien perempuan. Pasalnya, sang dokter dituduh melakukan pemeriksaan alat kelamin dan anal karena alasan seksual, bukan alasan medis. Seperti dilansir kantor berita ABC, dokter itu dikenai 66 dakwaan pelecehan seksual dan perbuatan tidak senonoh. Menurut pengadilan, pelanggaran yang dilakukannya terjadi selama 20 tahun di klinik itu. Baca juga : wat-watgawoh Layau do niku, Duktekh. Ngubati bang mak benokh guwaianmu. Wat-wat gawoh (Kacau kamu, Dok. Mau mengobati kok malah aneh-aneh. Ada-ada saja). sumber : https://goo.gl/YrQMk1

Selasa, 29 Agustus 2017

Malaman Pitu Likukh

Lampost.co -- Tradisi malaman pitu likukh sudah dimulai sejak zaman kuno. Namun tradisi ini tetap lestari hingga kini, meskipun ada sedikit penyesuaian di sana-sini sebagai bentuk adaptasi dari perubahan zaman.

Zaman Sekala Bkhak Kuno
Pada masa kekuasaan Ratu Sekekhummong, setiap bulan bakha pak belas di bulan Hali (purnama ke-14 pada bulan 11) dilakukan upacara persembahan kepada sang Dewa. Upacara ini dikenal dengan upacara ikhau. Upacara tersebut dipimpin langsung oleh sang Ratu Agung yang dikenal sakti mandraguna. Untuk pelaksanaan upacara ikhau, Ratu Sekekhummong menitahkan agar seluruh negeri Sekala Bkhak dibuat terang benderang.
Oleh karena itu, untuk menghadapi upacara ikhau seluruh penduduk negeri dari jauh-jauh hari telah mengumpulkan batok kelapa sebanyak-banyaknya, seakan berlomba untuk menyuguhkan yang terbaik pada malam tersebut. Tiba bulan purnama, seluruh negeri terang benderang, dari atas disirami cahaya bulan nan indah, sedangkan di bawah pada setiap rumah penduduk terdapat penerangan dari tiga, empat, bahkan ada yang sampai tujuh titik batok kelapa.
Batok kepala itu disusun setinggi 1—2 meter, diperhitungkan baru padam menjelang terbitnya sang fajar. Malam itu begitu indah dan meriah karena ada tabuh-tabuhan, tarian, dan rapal mantra pujian kepada Dewa. Di sisi lain, malam itu juga mencekam karena pada malam itu seorang gadis suci nan jelita pilihan para pembesar negeri akan dikurbankan sebagai persembahan kepada Dewa. Sekiranya persembahan tersebut diterima, mereka meyakini bahwa pada malam satu Temu (malam pertama bulan dua belas) para Dewa akan menurunkan tujuh bidadari.
Oleh karena itulah pada malam satu Temu di negeri Sekala Bkhak kembali dilakukan Benderang Negeri dengan membakar batok kelapa, tetapi dengan suasana yang hening untuk menyambut turunnya tujuh bidadari. Zaman Paksi Pak Sekala Bkhak/Islam Seiring dengan masuknya Islam di bumi Sekala Bkhak, Sekala Bkhak kuno mengalami keruntuhan dan berdirilah Paksi Pak Sekala Bkhak dengan keyakinan yang baru, yaitu Islam. (baca juga : lampost.co)
Upacara ini tetap terwariskan, tetapi sudah bernuansa islami dengan sebutan baru malaman pitu likukh. Di bawah pimpinan Empat Umpu yang diangkat menjadi saibatin (pemimpin tertinggi di masing-masing kepaksian) dilakukan juga benderang negeri dengan membakar batok kelapa pada setiap malam 27 Ramadan, menyambut turunnya para malaikat ke bumi yang menandai malam lailatulkadar. (baca kuga : https://goo.gl/eugCPp)
Saibatin berkumpul dengan para penduduk negeri guna melakukan puja-puji keharibaan Allah swt, bermunajat bagi keselamatan dan kesejahteraan di dunia dan akhirat. Pada malam menjelang 1 Syawal, yang disebut malaman buka dibi kembali dilakukan benderang negeri dan seluruh penduduk negeri diimbau berkumpul di masjid dan surau-surau untuk melantunkan takbir, tahmid, dan zikir.
Pada malam itu saibatin menitahkan agar seluruh penduduk negeri melakukan mandi di waktu subuh, bukan untuk menyambut kehadiran tujuh bidadari, tetapi mandi bulimau/keramas untuk melakukan salat id.

Sumber : https://goo.gl/F9gmaJ

Pulangkan Jimat

JIMAT biasanya dikenal sebagai benda yang diyakini membawa keberuntungan atau mendorong apa yang diinginkan empunya. Namun bagimana jika jimat itu berpindah tangan. Nah... api gunani injuk mekhekheno, aga jadi bala gawoh (Nah... apa gunanya seperti itu, justru bakal menjadi kesialan). Mungin itu yang terpikir oleh seorang veteran Korps Marinir Perang Dunia II yang mengembalikan jimat tentara Jepang. Jimat itu sebuah bendera yang diambilnya dari mayat seorang tentara Jepang yang tewas di Saipan pada 1944. (baca juga wwg di lampost.co) Seperti dilansir UPI, bendera itu milik prajurit yang dirancang militer Jepang sebagai jimat keberuntungan. Veteran itu mengembalikan jimat kepada adik laki-laki dan dua saudara perempuan pemiliknya. Nay ya tiulangko gawoh ana, mak dok angkuhni jam aniku. Wat-wat gawoh (Iyalah kembalikan saja, tidak ada gunanya denganmu. Ada-ada saja). sumber : https://goo.gl/zKiWK2

Minggu, 27 Agustus 2017

Janji Sebudi

SEMBARI duduk di kursi dalam kamarnya, Kacung menggumamkan Hahiwang yang baru saja di bacanya dalam tulisan H Fauzi Fattah, dosen UIN Raden Intan Lampung. Koran edisi 20 Juli 2013 itu ditemukannya dari bungkusan barang belanjaan sahabatnya, Inem, di dapur, pagi itu. .... Niku mena bulamban (Kamu duluan berkeluarga).... Nyak tinggal cadang hati (Saya menahan sakit hati)... Mejong nyak dilambung jan (Duduk di atas tangga)... Miwang ngagigik jakhi (Menangis gigit jari) ... Mati sakik ni badan (Alangkah sakitnya badan) ... Bukhasan kena budi (Berencana nikah kena bohong) ... "Memang terasa kalau dibohongi dengan janji. Sakitnya tuh di sini...." gumam Kacung sambil tersenyum sendiri di kamar. Tiba-tiba muncul sahabatnya, Inem, dan menegurnya dengan jeritan. "O alah, Bang.... di sini toh. Pantesan siang ini belakang rumah sepi tanpa dirimu." "Ana kidah... niku, Nem, tekanjat sikindua. Orang lagi asyik dengan Hahiwang, syair kepedihan nasib bahasa Lampung," kata Kacung. "Begini, Nem, kalau cakhani sekam kik sakik ati, bupantun. Bukannya dendam dan anarkis." "Memang begitu adat istiadat yang baik itu, Bang. Tetap berbesar hati walau telah dibohongi, berserah diri. Gusti mboten sare...," kata Inem. "Jangan seperti janji politik. Lain yang dijanjikan, lain pula yang dilakukan," ujar Inem. "Seno do Nem sai Janji Sebudi itu. Waktu kampanye, banyak yang dijanjikan yang mbangun ini-itu, bantuan ini-itu. Waktu mereka sudah jadi, ingat pun tidak," ujar Kacung. "Tapi rakyat tetap saja memilihnya, apa sebab? Halok manei-plitik ya." "Ya seperti mbangun dengan uang utang. Enak wae utang, sing mbayar yo kawulo. Kalau tidak menjabat lagi, aman dia. Lah awak dewe sing terus mbayar utange, flyover ora dadi-dadi," keluh Inem. (baca : lampost.co) Kacung langsung menimpali, agar sahabatnya tidak terlalu jauh bicara politik. "Itulah, Nem, janji politik sama dengan janji sebudi. Jadi politik sama dengan sebudi... wah... udah, Nem, jangan keterusan, bahaya." Kacung terus nyerocos, "Janji sebudi itu... sakitnya tuh di sini," kata Kacung sembari menunjuk arah dadanya. "Alah, Bang... lha sampean janji-janji arep ngerabi opo udu janji sebudi. Ayo kapan realisasinya," kata Inem. Astaghfirullah... sumber : https://goo.gl/RTPhno

Kamis, 23 Maret 2017

Khazanah Keilmuan dalam Masyarakat Lampung

MEMAHAMI khazanah keilmuan dalam tradisi masyarakat lokal tentunya membutuhkan kajian historis dan faktual, lebih tepatnya melalui penelitian ilmiah agar lebih objektif, logis, dan akademis. Namun, tulisan ini belum menjelaskan secara perinci tentang kejayaan budaya masyarakat dan khazanah keilmuan yang seharusnya dapat diukur dari pemahaman dan pengamalan ajaran agama yang dianut dengan yakin dan benar serta diamalkan dengan konsisten dalam realitas kehidupan keseharian. Memang sebenarnya dialektika sejarah sosial keagamaan membuktikan perkembangan khazanah ilmu pengetahuan membawa pencerahan tersendiri bagi masyarakat Lampung. Meski secara akademis sebenarnya banyak peluang untuk melakukan rekonsiliasi dan sinergisitas antara Islam dengan ilmu pengetahuan, tekonologi, dan pembangunan, ternyata kejayaan budaya dan khazanah keilmuan dalam tradisi masyarakat dapat dijelaskan dari mengerti tentang pandangan masyarakat tentang agama dan manusia dan pengamalan ibadahnya dalam realitas sosial. Pandangan tentang Agama dan Manusia Perspektif historis menjelaskan dalam tradisi masyarakat Lampung terdapat pemikiran keagamaan yang cukup dipahami dan diamalkan. Sebab, Islam sebagai agama wahyu yang diturunkan Allah Swt disebut agama fitrah, artinya agama yang sesuai dengan hakikat manusia. Islam diturunkan untuk menjaga manusia agar tetap pada fitrahnya. Untuk memahami khasanah keilmuan dapat diawali dari menjaga fitrah manusia yang pada hakikatnya aspek jasmaniah dan aspek rohaniah yang difungsikan untuk memahami dan mengembangkan ilmu, pengetahuan, dan teknologi yang sangat dinamis. Memang pada dasarnya, aspek jasmaniah dalam Islam disebut syariat Islam, yaitu aturan-aturan manusia dalam hubunganya dengan Allah dan aturan hubungan manusia dengan manusia dan lingkungannya, sedangkan aspek rohaniah dalam Islam disebut “at-Tauhid” atau akidah Islam, yaitu kepercayaan kepada Allah swt, malaikat, rasul, kitab, hari akhir, dan takdir Allah. Napas dari ajaran Islam terlihat dalam kepribadian, yaitu aspek-aspek mentalitas, moral, akhlak, dan amal saleh yang berlandaskan keimanan yang diterapkan berdasar syariat Islam. Di atas landasan keimanan manusia diperintah untuk melaksanakan syariat Islam dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Berarti, kejayaan masyarakat dipahami sejak masuk dan berkembangnya agama Islam yang teraktualisasi dalam kehidupan masyarakat Lampung. Tak dapat dimungkiri, di kalangan orang Lampung banyak yang memahami bahwa manusia yang beriman dan menjalankan syariat Islam dengan baik dan benar dapat hidup secara beirmbang antara aspek-aspek rohaniah dan jasmaniahnya. Dalam suasana keseimbangan ini kualitas perilaku keberagamaan akan tumbuh dengan baik sehingga terbentuk sosok manusia yang berkepribadian dengan berlandaskan iman dan takwa dan dalam keseimbangan kedua aspek ini pula. Karena itu, pertama, pada hakikatnya manusia adalah makhluk Allah, keberadaan manusia di dunia ini bukan kemauan sendiri atau hasil proses evolusi alami, melainkan kehendak Yang Mahakuasa, Allah Robbul 'Alamin. Dalam hubungan ini, manusia menempati posisi sebagai ciptaan dan Allah sebagai pencipta. Pada posisi sebagai ciptaan manusia harus taat, tunduk, dan patuh (menghambakan diri) kepada Allah sebagai penciptanya. Berarti, manusia dalam hidupnya mempunyai ketergantungan kepada Allah. Manusia tidak bisa lepas dari ketentuan Allah. Kedua, manusia sebagai makhluk, berada dalam posisi lemah, dalam arti tidak bisa menolak, menentang, atau merekayasa yang sudah dipastikan Allah, dengan kata lain manusia wajib beriman pada qada dan qadar sebagai takdir atau ketentuan baik dan buruk dari Allah swt., demikian dikemukakan Yusuf (2002:133—135). Sebenarnya banyak peluang untuk merekonsiliasi Islam, budaya lokal, dan ilmu pengetahuan, sebab tradisi-tradisi yang berkembang dalam masyarakat selama ini sering menjadi matrik kebudayaan. Tradisi-tradisi tersebut menyediakan pemikiran yang dapat berkembang pada masa yang akan datang, dasar pengalaman, institusi-institusi yang berpengaruh, begitu juga memiliki kesempatan perbedaan yang fundamental, perselisihan, dan peperangan yang telah membentuk sejarah banyak masyarakat. Secara global, tradisi-tradisi keagamaan tidak hanya merupakan sumber-sumber penting kebudayaan masa lalu, kekayaan warisannya dapat memberi kita jalan lain yang sama pentingnya untuk membantu berpikir secara kreatif sejalan dengan perkembangan ilmu, pengetahuan, dan teknologi dewasa ini dan masa depan masyarakat Lampung yang bermartabat. n

Indeks Massa Tubuh dan Liver

EBUAH studi di Swedia menunjukkan hasil adanya hubungan antara indeks massa tubuh (BMI) tinggi ketika usia muda dengan penyakit liver pada kemudian hari. Seperti diketahui, tingkat obesitas saat ini meningkat secara global; diperkirakan 1 miliar orang akan mengalami obesitas pada 2030. IBM yang tinggi di sini didefinisikan sebagai indeks massa tubuh (BMI) lebih tinggi dari 30 kilogram per meter persegi. Dari hasil analisis, diperoleh fakta bahwa pria dengan kelebihan berat badan hampir 50% lebih mungkin mengembangkan penyakit hati pada kemudian hari dibandingkan laki-laki dengan berat normal. Dampak ini, kata dia, bahkan lebih jelas untuk pria yang juga mengembangkan diabetes tipe 2. Peserta dengan obesitas dan diabetes tipe 2 lebih dari tiga kali lebih mungkin untuk mengembangkan penyakit pada hati, dibandingkan dengan laki-laki dengan berat badan normal tanpa diabetes tipe 2. (lampost.co)

Halaman